Di KLINIK PRATAMA RAWAT INAP DAN BERSALIN SURABAYA
OLEH :
ADITYA PRATMA N
XII KEPERAWATAN
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan
Asuhan Keperawatan pada Tn “H” dengan DHF
Telah
diperiksa dan disyahkan pada :
Tanggal
: 24 september 2013
Tempat : Klinik Pratama Rawat Inap dan Bersalin
NURMEDIKA Surabaya
Surabaya,24 september
2013
Siswa Praktek
ADITYA PRATAMA N
Mengetahui
Pembimbing Ruangan Pembimbing Pendidikan
____________________
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan segala limpahan Rahmat, Taufiq, dan
Hidayah-Nya sehingga laporan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada
Tn.“ H ” dengan DHF dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
dari Praktek
(PSG) di Klinik Pratama Rawat Inap dan Bersalin Nurmedika pada tgl 22 Juni 2013 sampai 22 Juli 2013 dalam rangka Program Studi Keperawatan SMK Nurmedika Surabaya.
Dengan terselesaikannya laporan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada:
1. , selaku Kepala Sekolah SMK Nurmedika Surabaya
2. dr.H.Bambang Supriyono,SE,MM selaku Penanggung Jawab Klinik Pratama Rawat Inap dan Bersalin
Nurmedika
3. Risma Widyastuti, S. Kep. Ners, selaku Ketua Prodi Keperawatan SMK Nurmedika Surabaya
4. Desy Purnama Sari, SST.,
selaku Guru
Pembimbing Praktek di Klinik Pratama Rawat Inap dan Bersalin Nurmedika
5. Perawat dan Bidan di Klinik Pratama Rawat Inap dan Bersalin
Nurmedika
6. Dan pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian
laporan ini. Terima kasih.
Surabaya, 24 September 2013
Daftar Isi
LEMBAR
PENGESAHAN………………………………………………………….1
KATA
PENGANTAR.………………………………………………………………2
DAFTAR ISI..….…………………………………………………………………….3
KONSEP DASAR…...……………………………………………………………….4
1. PENGERTIAN …………………………………………………………………………………4
2. ETIOLOGI ………………………………………………………………………………………4
3. PATOFISIOLOGI …………………………………………………………………………….4
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………………………………………………7
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN,,…………………………….8
1. PENGKAJIAN ………………………………………………………………………………..8
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN ………………………………………………………….8
3. RENCANA KEPERAWATAN ……………………………………………………………9
DAFTAR PUSAKA ………………………………………………….10
1.Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
2.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam
famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2
ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue
3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
3.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
4.Gambaran
Klinis
Gambaran klinis yang timbul
bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari,
tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu
tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk
ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital
dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut
ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia,
otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
5.Diagnosis
Patokan WHO (1986) untuk
menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1)Uji tourniquet positif
2)Petekia, purpura, ekimosis
3)Epistaksis, perdarahan gusi
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1)Uji tourniquet positif
2)Petekia, purpura, ekimosis
3)Epistaksis, perdarahan gusi
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi
6.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan
derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO,
1986) :
a.Derajat I
, trombositopenia dan hemokonsentrasi.ÅDemam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
a.Derajat I
, trombositopenia dan hemokonsentrasi.ÅDemam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
7.Pemeriksaan
Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
8.Diagnosa
Banding
Gambaran klinis DHF seringkali
mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
a.Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
a.Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
9.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan
DHF adalah sebagai berikut :
a)
Tirah baring atau istirahat
baring.
b)
Diet makan lunak.
c)
Minum banyak (2 – 2,5 liter/24
jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit,
pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d) Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e)
Monitor tanda-tanda vital tiap
3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi
ketat tiap jam.
f)
Periksa Hb, Ht dan trombosit
setiap hari.
g)
Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h)
Monitor tanda-tanda perdarahan
lebih lanjut.
i)
Pemberian antibiotik bila
terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j)
Monitor tanda-tanda dan
renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan
laboratorium yang memburuk.
k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada
pasien DBD tanpa renjatan apabila :
·
Pasien terus menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
·
Hematokrit yang cenderung
mengikat.
10.Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam
pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a)
.Memanfaatkan perubahan keadaan
nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada
saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b)
Memutuskan lingkaran penularan
dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan
kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c)
Mengusahakan pemberantasan
vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula
daerah penyangga sekitarnya.
d) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1.
Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2.
Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan digunakan
pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi)
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi)
1.Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
I. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan
berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang
sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data
obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
b) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c)
Tampak bintik merah pada
kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis,
melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan.
e)
Nyeri tekan pada
epigastrik.
f)
Pada palpasi teraba adanya
pembesaran hati dan limpa.
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
a.
Ig G dengue positif.
b.
Trombositopenia.
c.
Hemoglobin meningkat > 20 %.
d.
Hemokonsentrasi (hematokrit
meningkat).
e.
Hasil pemeriksaan kimia darah
menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3)Waktu perdarahan memanjang.
4)Asidosis metabolik.
5)Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
2.Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a.
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
b.
Nyeri berhubungan dengan proses
patologis penyakit.
c.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.
Kurangnya volume cairan tubuh
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
e.
Gangguan aktivitas sehari-hari
berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f.
Resiko terjadi syok hypovolemik
berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
g.
Resiko infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
h.
Resiko terjadi perdarahan lebih
lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
i.
Kecemasan berhubungan dengan
kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
3.Perencanaan
Keperawatan
A. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1.
Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2.
Observasi tanda vital (suhu,
nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2,5 liter/24 jam.±7)Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2,5 liter/24 jam.±7)Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
3.
Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
4.
Anjurkan untuk tidak memakai
selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
5.
Berikan terapi cairan intravena
dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
B. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1.
Kaji tingkat nyeri yang dialami
pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.
Berikan posisi yang nyaman,
usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3.
Alihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4.
Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
C. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Rasa mual dan muntah hilang
Rasa mual dan muntah hilang
Intervensi :
1.
Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2.
Kaji cara / bagaimana makanan
dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3.
Berikan makanan yang mudah
ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4.
Berikan makanan dalam porsi
kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5.
Catat jumlah / porsi makanan
yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6.
Berikan obat-obatan antiemetik
sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7.
Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
D. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1.
Kaji keadaan umum pasien
(lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2.
Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3.
Berikan cairan intravena sesuai
program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4.
Anjurkan pasien untuk banyak
minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5.
Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
E. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang
lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas
demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1.
Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2.
Kaji hal-hal yang mampu atau
yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3.
Bantu pasien untuk memenuhi
kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4.
Letakkan barang-barang di
tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
F. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1.
Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2.
Observasi tanda-tanda vital
tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3.
Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4.
Chek haemoglobin, hematokrit,
trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5.
Berikan transfusi sesuai
program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6.
Lapor dokter bila tampak syok
hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
G. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan : - Tidak terjadi infeksi
pada pasien.
Intervensi :
1.
Lakukan teknik aseptik saat
melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2.
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3.
Observasi daerah pemasangan
infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4.
Segera cabut infus bila tampak
adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
H. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1.
Monitor tanda penurunan
trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2.
Anjurkan pasien untuk banyak
istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3.
Beri penjelasan untuk segera
melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4.
Jelaskan obat yang diberikan
dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
I. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : - Kecemasan berkurang.
Intervensi :
Intervensi :
1.
Kaji rasa cemas yang dialami
pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2.
Jalin hubungan saling percaya
dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3.
Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4.
Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5.
Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan
pada klien dengan DHF disesuaikan dengan
intervensi yang telah direncanakan.
5.Evaluasi
Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada
klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini
didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.
Suhu tubuh pasien normal (36- 370C),
pasien bebas dari demam.
b.
Pasien akan mengungkapkan rasa
nyeri berkurang.
c.
Kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
atau dibutuhkan.
d.
Keseimbangan cairan akan tetap
terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.
Aktivitas sehari-hari pasien
dapat terpenuhi.
f.
Pasien akan mempertahankan
sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
g.
Infeksi tidak terjadi.
h.
Tidak terjadi perdarahan lebih
lanjut.
i.
Kecemasan pasien akan berkurang
dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.
1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.
TITanium Tools - TITanium Engineering
BalasHapusTITanium Tools, micro touch titanium trimmer a titanium aftershokz leading gaggia titanium glass-making womens titanium wedding bands and engineering company, manufactures titanium auto sales premium engineering and construction services, for the production and installation